Abduhu Online : Penyaksian & Pengertian
"Pimpinlah kembali rusa yang telah hilang masuk ke dalam al-Haram. Kurniakanlah sekali lagi ketenangan padang pasir buat penghuni kota ini"(Iqbal) "Suatu penyaksian & pengertian. Dedikasi buat teman-teman seperjuangan"(muhd abduhu)
Monday, December 03, 2012
Friday, March 23, 2012
Friday, December 30, 2011
Dr. Muhammad Iqbal
Oleh: Herisuanto bin Mahfudz
Dr. muhammad Iqbal adalah salah seorang tokoh abad ke-20 yang menjadi kebanggaan dunia islam, dulu, kini dan akan datang. Beliau telah memberikan sumbangan besar pada dunia islam bahkan dunia internasional, Tokoh yang berasal dari Pakistan ini selain terkenal sebagai penyair besar dalam peradaban dunia sastra islam juga terkenal sebagai pemikir, filosof, ahli perundang-undangan, reformis, politikus, ahli kebudayaan dan pendidikan.
Kalau kita perhatikan karya-karyanya yang dituangkan dalam syair-syair dan puisinya dapat kita tangkap beliau tidak hanya menyerukan rasa hatinya dalam pembentukan atau kemerdekaan negara Pakistan dari tangan penjajah, tetapi juga tentang kegemilangan zaman islam di Spanyol, mengenai nasib Umat islam seperti faktor-faktor yang menjadi penyebab kemunduran umat islam dan faktor-faktor yang mendorong kebangkitan umat islam, beliau juga menyinggung tentang keburukan dan kebaikan budaya barat dan sebagainya.
Riwayat Hidup Sang Penyair
Dr.Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot, Wilayah Punjab (pakistan barat) pada tahun 1877. Iqbal berasal dari keluarga Brahma Kashmir, tetapi nenek moyang Muhammad Iqbal telah memeluk islam 200 tahun sebelum Ia dilahirkan. Ayah muhammad Iqbal, Nur Muhammad adalah penganut islam yang taat dan cenderung ke pada ilmu tasawuf.
Dengan lingkungan dan asuhan yang ada dalam rumah muhammad Iqbal, sedikit banyak telah menanamkan roh islam dalam jiwa Muhammad Iqbal, Ia masuk sekolah dasar dan menengah di Sialkot. pada masa yang sama Ia mendapatkan pendidikan agama secara langsung dari seorang guru yang bernama Mir Hassan, dari guru beliau ini ia memahami islam secara mendalam, mengajarinya sikap kritis dan mengasah bakatnya dalam dunia kesusastraan.
Tidak berlebihan jika dikatakan pengaruh didikan gurunya Mir Hassan ini direkam mendalam dan sangat mempengaruhi jiwa Muhammad Iqbal yang ia ukir lewat untaian bait-bait syair sebagaimana tergambar dalam rangkaian sajaknya ini:
Cahayanya dari keluarga Ali yang penuh berkah
Pintu gerbang dibersihkan sentiasa, bagiku bagaikan Kaabah
Nafasnya menumbuhkan tunas keinginanku
Penuh ghairah hingga menjadi kuntum bunga yang merekah indah
Daya kritis tumbuh dalam diriku oleh cahayanya yang ramah.
(Lihat Dr. H. H. Bilgrami; 1979:16).
Pada tahun 1895 Muhammad iqbal melanjutkan sekolahnya di Government College Lahore. di sini ia dapat menguasai bahasa arab dan inggris dengan baik disamping penguasaanya terhadap bahasa urdu dan bahasa persi. Ia lulus sarjana muda Bachelor of Arts tahun 1897 untuk jurusan Filsafat, Bahasa Arab, dan Sastera Inggeris, dan gelaran Master of Arts pada 1899, setelah itu Ia mendalami bahasa arab di Oriental College, Lahore. saat beliau mendapatkan gelar Master of Arts Ia bertemu dengan Sir Thomas Arnold, seorang cendekiawan pakar filsafat modern, yang kemudian menjadi jambatan Iqbal ke peradaban Barat dan mendukungnya untuk melanjutkan pendidikan di Eropa. Selama berada di Lahore Iqbal banyak penulis puisi dan banyak berkenalan dengan sastrwan-sastrawan terkenal serta aktif pada persatuan-persatuan sastrawan di sana.
Muhammad Iqbal yang kuat keislamannya sangat tertarik kepada Profesor Thomas Arnold Sahabat rapat kenalannya sekaligus gurunya, karena Thomas Arnold seorang orientalis yang berpegang teguh kepada fakta-fakta ilmiah, cenderung kepada kebenaran, tidak merendahkan Islam dan tidak mencaci penganut-penganut Islam, sebagaimana setengah orientalis yang anti Islam.
Dengan gagasan ilmu dan kebudayaan Islam murni yang dipelajarinya dari Mir Hassan dan cara Thomas Arnold menyampaikan pengetahuan Islam, menimbulkan dua pengaruh dalam diri Muhammad Iqbal yaitu menghayati nilai suci Islam dan menghargai serta mengambil nilai-nilai yang baik dari peradaban Barat.
Selama Belajar di Eropa pemikiran Muhammad Iqbal tidak jumud sebaliknya ia memperhatikan dengan hikmah perkembangan peradaban barat. Ia mendapatkan bahwa orang orang Barat lebih mementingkan kebendaan dari pada kehormatan, mereka mengagungkan paham materialisme, imperialisme, dan nasionalisme. Iqbal mengingatkan bahawa kehidupan masyarakat yang sedemikian itu lambat-laun akan musnah dan binasa seperti yang dibayangkannya dalam sajaknya ini :
Saat tersingkap rahsia telah datang
Sang kekasih kan dipandang semua orang
Rahsia yang tersembunyi dalam kesunyian
Akan menjadi kenyataan.
Wahai penduduk benua Barat,
Bumi Tuhan bukanlah kedai
Apa yang kalian anggap berharga,
Akan terbukti tak bernilai
Peradaban kalian akan bunuh diri
Dengan senjatanya sendiri,
Sarang yang dibangunkan di atas kerapuhan dahan
Pasti tak akan lama bertahan.
(Lihat Dr.H.H.Bilgrami; 1979:18)
Karya-karyanya
Muhammad Iqbal adalah seorang yang kreatif berpuisi. Segala pemikiran dan perjuangannya terpancar dalam puisinya yang bernafaskan Islam dengan pengolahan bahasa dan bait syair yang indah. Oleh kerana itu beliau lebih dikenal sebagai sastrawan besar islam.
Antara karya puisinya yang dianggap besar pernah diterbitkan ialah Asrari Khudi (Rahsia agung-Rahsia Peribadi), terbit pada tahun 1915, diikuti dengan Rumuz bi Khudi (Rahsia tidak Mementingkan Diri Sendiri), pada tahun 1917, Fayami Mashriq (Pesan Untuk Timur), Tulu'ul Islam (Munculnya Islam) dan banyak lagi pada tahun-tahun berikutnya, bukunya yang dianggap penting ialah Reconstruction of Religious Thought in Islam (Membina Kembali Cita-Cita Keagamaan Dalam Islam) dan sebuah lagi yang tidak dapat disiapkannya kerana sakit tua yang dideritanya ialah The Reconstruction of Muslim Jurisprudence. Kebanyakan sajak-sajaknya ditulisnya dalam bahasa Parsi dan Urdu.
Setelah sakit agak lama, Sang penyair agung islam Muhammad Iqbal menghembuskan nafasnya yang terakhir pada 21 April 1938 dalam usia 65 tahun. Sayangnya beliau tidak sempat melihat sebagian dari usaha dan impiannya yang kemudian setelah ia wafat menjadi kenyataan.
Sesaat sebelum wafatnya, sang penyair besar itu menggoreskan sajak:
Bila beta telah pergi meninggalkan dunia ini, Tiap orang kan berkata ia telah mengenal beta Tapi sebenarnya tak seorang pun kenal kelana ini, apa yang Ia katakan Siapa yang ia ajak bicara Dan darimana ia datang.
Al-Qur'an
Mengenai Al-Qur'an, Muhammad iqbal menceritakan bahwa kitab suci ini telah menuntunnya kepada kesadaran yang mendalam dalam jiwanya katanya:
"Setiap hari selepas sholat Subuh, aku terus membaca Al-Quraan. Ayahku memerhatikan keadaan ini lalu bertanya: "Apa yang engkau baca?". Aku menjawab: "Aku sedang membaca Al-Qura'an". Demikianlah halnya selama tiga tahun ayahku bertanya pertanyaan yang sama dan aku memberikan jawaban yang sama. suatu hari aku bertanya kepadanya: "Apakah yang ada dalam dadamu wahai ayahku, engkau bertanya pertanyaan yang sama dan aku terpaksa menjawab dengan jawaban yang sama". Maka jawab ayahku: "sebenarnya aku ingin mengatakan kepadamu wahai anakku, bacalah Al-Qura'an itu seolah-olah ia diturunkan kepadamu". Sejak itulah aku mulai mencoba memahami kandungan Al-Quraan dan dari Al-Quraanlah aku mendapat cahaya inspirasi untuk sajak-sajakku". [Lihat Abu Al-Hasan Al-Nadawi, Rawa'ie Iqbal (Keindahan Iqbal, 1978)]
Dari sini jelaslah bahwa Al-Qur'an adalah sumber utama inspirasi syair-syairnya yang ditunjang dengan bakatnya yang besar dalam kesusastraan.
Tema Cinta
Iqbal seolah-olah tidak merasa puas dengan sajak yang pendek untuk menyampaikan maksudnya yang tersemat dalam hati dan pemikirannya. Dengan sajak yang panjang, ia bebas mencurahkan isi pemikiran dan mengalunkan perasaanya termasuk perasaan cinta yang menjadi fitrah manusia
Dalam menghayati keluasan cinta ini, Iqbal tidak pernah lupa bahawa kemuncak daripada segala yang dicintai ialah Allah Swt dan kekasih-Nya nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassalam. Mari kita nikmati suara hati Iqbal ini :
Titik yang bercahaya yang namanya ialah diri
Adalah bunga api hidup di bawah debu kita
Dengan cinta, ia jadi abadi
Lebih pintar, lebih membakar, lebih bersinar
Dari cinta bermula kegemilangan wujudnya,
Dan pembangunan kemungkinannya yang tidak diketahui
Keadaannya mengumpul api dari cinta
Cinta mengarahnya menyinari dunia
Cinta tidak takut pedang atau keris
Cinta bukan dilahirkan dari air dan udara dan tanah
Cinta mengadakan damai dan perang dalam dunia
Cinta ialah pancaran hidup
Cinta ialah pedang mati yang berkilauan
Batu yang paling keras retak oleh pandangan cinta
Cinta Allah akhirnya menjadi seluruhnya Allah
Dalam hati manusia bertempatnya Muhamamd
Tanah Madinah lebih manis dari kedua-dua alam
Oh gembiralah kota di mana tinggalnya yang dicinta
Konsep cinta Iqbal ini sesuai dengan ajaran Islam yang menuntut penganutnya memberikan keutamaan cinta kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw sebelum cinta kepada yang lainnya.
Politik
Pada tahun 1927, Iqbal berkiprah di arena politik secara aktif dan Ia dipilih sebagai perwakilan Dewan Punjab selama tiga tahun. Selanjutnya pada tahun 1930 diangkat menjadi presiden Sidang Tahunan Liga Muslim yang berlangsung di Allahabad. Dalam kesempatan ini Iqbal mengutarakan ide pembentukan sebuah negara Islam Pakistan. Ide ini dibentangkan berdasarkan geografi, keagamaan dan kesejahteraan masyarakat Islam yang jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan masyarakat Hindu.
Tujuan membentuk negara islam itu ditegaskan oleh Iqbal dalam rapat Liga Muslim pada tahun 1930 yang mendapat dukungan dari para anggotanya. Sejak saat itu ide dan tujuan pembetukan negara islam tersebut diumumkan secara resmi dan kemudian menjadi tujuan perjuangan nasional umat Islam India. Disebabkan gagasan ide ini, Iqbal telah diberi julukan sebagai : ‘Bapak Pakistan’.
Daerah-daerah yang diinginkan oleh Iqbal menjadi satu negara Islam India adalah Punjab, daerah perbatasan Utara Sind dan Balukhistan.
Di samping menyuarakan pembentukan negara Islam Pakistan, Iqbal juga menyeru kepada kebangkitan dan mempererat persaudaraan Islam sedunia. Bagaimanapun sebagai seorang yang dilahirkan di Timur, Iqbal tetap mempertahankan dan menyanjung kebudayaan dan keperibadian Timur yang halus, tinggi dan indah. Tentunya termasuk dalam arti kata Timur itu ialah hasil budaya masyarakat benua kecil India.
Terbentuknya negara islam Pakistan sebagaimana yang diasaskan Muhammad Iqbal dapat tercapai pada tahun 1947 setelah beliau meninggal dunia.
Penutup
Dalam mencari konsep sastra Islam, jelas bahwa Muhammad Iqbal adalah salah seorang tokoh besar yang dapat menjadi contoh. Iqbal tidak hanya semata-mata kepunyaan Pakistan, tetapi juga kepunyaan seluruh dunia Islam. Semakin dunia sadar akan kemurnian Islam, semakin terasa kebenaran pendapat dan falsafah Iqbal yang terpancar melalui syair-syairnya dan terasa dekatnya Iqbal itu dengan diri kita. Rahasia kejayaan dan kekuatan Iqbal bersumber pada Al-Qura'an dan al-Sunnah yaitu dua sumber besar yang terukti mampu merubah dunia dan telah disaksikan sepanjang sejarah manusia.
Melodi selamat tinggal akan menggema atau tidak
Nafiri akan berbunyi dari Hijaz atau tidak,
Hari fakir ini telah sampai pada batanya
Pujangga yang lain akan datang atau tidak.
Sumber tulisan:
Hadiah Majalah Al Azhar, Safar,1429 H/2008:
Penyair Islam, Dr.Muhammad Iqbal, Syaikh Abu Al-hasan Ali Al-husni Annadwy
Internet, Mas Google.com
Thursday, November 05, 2009
PENGADUAN KEPADA PIMPINAN TERTINGGI
sumber gambar : http://trgkini.blogspot.com/
(1)
Bismillahir Rahmanir Rahimm
Segala puji bagi Engkau, Tuhan sekalian alam
Selawat dan salam atas Junjungan Nabi yang mulia
semulia-mulia nabi dan rasul
Ya Allah, ya Tuhan kami
Kami adalah hambaMu yang serba kekurangan dan kelemahan
Ubun-ubun kami di dalam genggamanMu
Telah berlalu hukumMu ke atas kami dan amat adil segala putusanMu
kepadaMu kami adukan permasalahan umat ini
dengan segala kelemahan dan kerendahan
(2)
Ya Rahman, ya Rahim
Umat ini sedang dibadai fitnah
Umat ini sedang retak
Umat ini sedang gelisah
(3)
Ya Allah,
Umat ini pernah suatu masa dahulu
Menikmati manisnya kesusahan dalam berjuang
Umat ini pernah suatu masa dahulu
Bulat dalam satu jamaah, sama bertekad mencapai kemenangan
Umat ini juga pernah pada suatu masa dahulu
Saling berpadu mendepani ujian
Ujian yang bukan sembarangan mudahnya bagi manusia biasa lain
Ujian yang menguji kesanggupan diri dan harta
Malah adakalanya juga nyawa sebagai taruhan
Namun ujian tersebut berjaya dilalui oleh kami
Berbekalkan kata-kata azimat
Jika dipenjara kami beruzlah
Jika dibuang kami berkelana
Dan jika dibunuh kami syahid
seiring dengan ampuhnya wirid kesatuan hati warisan al Banna
yang sentiasa membasahi bibir dan menggetarkan jiwa
(4)
Ya Allah, Ya Rabbi
Umat ini sedang dibadai fitnah
Fitnah yang merobek dan mengoyak kesatuan hati
Finah yang memisahkan antara dua sahabat sejati
Fitnah yang telah merungkai ikatan persaudaraan iman yang dibina bertahun lama
sesama pimpinan mahupun yang dipimpin
saling curiga-mencurigai, tanda hilangnya salamatus sadri
Datangnya ia tanpa diduga di zaman kemenangan dan kesenangan
Walhal matlamat yang dituju selama ini hanyalah beberapa langkah di hadapan
Apakah kerana kami telah mengingkari suruhan-suruhanMu
dalam sahsiah peribadi kami
dalam niat dan amal dalam perjuangan siasah kami
dalam adab tertib kami sesama kami
atau kerana sesetengah kami gopoh dan takjub dengan pemikiran perubahan baru
atau juga kerana sebahagian kami sombong mengekalkan pegangan warisan lama
namun masing-masing sama sahaja
jika telah dijangkiti penyakit" i'jaabul mar'u bira'yihi" sepertimana sabda kekasihMu
tanpa berusaha mencari titik temu
Padahal di zaman susah dahulu, perbezaan fikir tidak memecahkan hati dan tindakan kami
Lantas, mengapa pula sekarang perbezaan yang sama menyebabkan kami saling berseteruan ?
(5)
Ya Allah ,ya Tuhan kami
Umat ini tidak menemukan jawapan permasalahannya
Umat ini benar-benar dalam kebingungan
Kebenaran yang dicari semakin disuluh dan disingkap, semakin kabur dan kelam
Malah kebatilan pula yang terang kelihatan dan menyelinap berbekas di hati
Kesatuan dan persaudaraan iman pula seakan dipinggirkan
Hingga menyoal diri, apakah perkumpulan umat ini sudah tidak lagi dirahmati
Apakah perkumpulan umat ini bukan lagi menjadi pilihanMu
dalam menegakkan yang hak
Jika Engkau suka dan redha, boleh saja Engkau gantikannya dengan angkatan yang lain,
yang Engkau cintai mereka dan mereka mencintaiMu
Namun, Engkau jualah yang amat mengetahui hakikat di sebalik semua ini
adalah juga pentas ujian yang berterusan menapis kekudusan perjuangan di jalanMu
(6)
Allahumma Ya Musta'an
inilah pengaduan kami
robohkanlah benteng keakuan yang menjarakkan antara kami
satukan kembali hati dan fikir kami
dan kurniakan kembali ketenangan buat umat yang berjuang ini
Ilahana, Engkaulah Pimpinan Tertinggi kami
pimpinlah kami dengan pimpinan hidayatMu
dalam menghadapi kebatilan yang hadir umpama kepingan-kepingan malam yang gelap pekat
juga dalam memimpin tangan mad'u-mad'u kami
dan janganlah sekelip pun
Engkau biarkan kami menanggung beban ini
dengan kudrat dan tabiat kami yang serba lemah ini
Amin ya Arhamar Rahimin...
-TJ,
12.58 am, 7.11.2009-
Wednesday, March 11, 2009
SEMINAR HALATUJU PPSMI ANJURAN NGO, JASA PADA 14.3.2009
Tuan/Puan Dijemput ke
SEMINAR HALATUJU PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN SAINS DAN MATEMATIK DALAM BAHASA INGGERIS (PPSMI) DALAM DASAR PENDIDIKAN KEBANGSAAN 2009
Tarikh : 14 Mac 2009
Waktu : 8.00 pagi – 5.00 petang
Tempat : Auditorium Kolej Universiti Islam Antarabangsa Selangor (KUIS)
Para Pembentang Kertas Kerja;
Datuk Dr Hassan AhmadPengerusi Gerakan Mansuhkan PPSMI
Prof Dr Abdul Aziz Bari, Kuliyyah Undang-Undang Ahmad Ibrahim, Universiti Islam Aantarabangsa
Prof Emeritus Dr Abdullah Hassan, Institut Peradaban Melayu, Universiti Perguruan Sultan Idris
Prof Dr Shaharir Mohamad Zain, Timbalan Pengerusi Gerakan Mansuhkan PPSMI
Prof Dr Shaharir Mohamad Zain, Timbalan Pengerusi Gerakan Mansuhkan PPSMI
Prof Dr Mat Rofa Ismail, Institut Penyelidikan Matematik (INSPEM), Universiti Putra Malaysia
Untuk pendaftaran, hubungi wakil kami:Hazwani 0133684906 / rsbgurl@yahoo.comRazali Bidin 0196442868 / arieff_86@yahoo.com.myHakim 0132829225 / hakimin_abdullah@yahoo.comAzli Maarif 0123378925 / azli_000@yahoo.com
Untuk pendaftaran, hubungi wakil kami:Hazwani 0133684906 / rsbgurl@yahoo.comRazali Bidin 0196442868 / arieff_86@yahoo.com.myHakim 0132829225 / hakimin_abdullah@yahoo.comAzli Maarif 0123378925 / azli_000@yahoo.com
Yuran Penyertaan; Orang Awam (RM30)Pelajar (RM15)(Bagi tujuan pembayaran, sila masukkan sejumlah wang di atas nama JARINGAN SISWAZAH MALAYSIA, Akaun Bank Muamalat 12070004901710 atau Akaun Maybank JASA PESMADA 562834500793. Sila beritahu wakil kami melalui mel elektronik atau sistem pesanan ringkas (sms) selepas berbuat demikian)
*Penyertaan hanya terhad untuk 200 orang perserta. Berdasarkan siapa cepat dia dapat!
*Sebarang pertanyaan dan pra-pendaftaran boleh dilakukan dengan menghubungi wakil kami atau tinggalkan komen di ruangan komen bersama nombor telefon atau mel elektronik (emel) untuk dihubungi semula oleh pihak kami
Layari Blog rasmi Seminar di http://seminar-ppsmi.blogspot.com/
Tuesday, March 10, 2009
Apa Itu Dualisme
Dalam sebuah acara talk-show di sebuah stasiun TV Inggeris tahun 90 an ditampilkan isu pelacuran. Panelisnya pendidik, pastur, tokoh masyarakat dan beberapa pelacur. Hampir semua menyoroti profesi pelacur dengan nada sinis. Pelacur adalah sampah masyarakat. Pelacur mesti dijauhkan dari anak-anak. Merusak adat kesopanan sosial, dan seterusnya.Tapi yang menarik giliran pelacur angkat bicara. "Saya memang pelacur. Dan saya melakukan ini karena saya janda. Saya menjalani profesi ini untuk menghidupi tiga orang anak saya. Kalian boleh saja mencemooh. Tapi siapa yang perduli jika anak-anak saya kelaparan, siapa! Siapa!" ia berteriak lantang. "Supaya kalian semua tahu, lanjutnya, saya memang pelacur tapi hati saya tetap suci". Hadirin pun bersorak.Nampaknya orang bersorak bukan karena ia pelacur, tapi karena ia dualis.
Menjadi pelacur dan merasa suci. Dua sifat yang kontradiktif. Yang saya heran justru mengapa mereka bersorak. Sebab doktrin dualisme sudah lama berakar di dalam pemikiran Barat. Asal usul terdekatnya adalah filsafat akal (philosophy of mind) yang digemari Descartes, Kant, Leibniz, Christian Wolf dan lain-lain. Menurut Christian Wolff misalnya "The dualists (dualistae) are those who admit the existence of both material and immaterial substances," tapi wujud materi dan jiwa tepisah. Pengertian ini disepakati Pierre Bayle dan Leibniz.Bahkan konon Barat mewarisinya dari kepercayaan Zoroaster (1000 SM) di Timur. Dunia dianggap sebagai pergulatan abadi antara kebaikan dan kejahatan. Thomas Hyde menemukan doktrin ini dalam sejarah agama Persia kuno (Historia religionis veterum Persiarum, 1700). Doktrin Zoroaster diwarisi oleh Manicheisme dan diramu dengan dualisme Yunani. Tuhan akhirnya dianggap sebagai person dan juga materi.Bagi orang Mesir kuno Re adalah tuhan matahari simbol kehidupan dan kebenaran. Lawannya adalah Apophis lambang kegelapan dan kejahatan. Deva dalam agama Hindu adalah tuhan baik, musuhnya adalah asura tuhan jahat. Di Babylonia peperangan antara Marduk dan Tiamat adalah mitos yang mewarnai worldview mereka. Mitologi Yunani selalu menampilkan peperangan Zeus dengan Titans. Di Jerman perang antara Ases dan Vanes, meski berakhir damai.
Dalam filsafat, Pythagoras adalah dualis. Segala sesuatu diciptakan saling berlawanan: satu dan banyak, terbatas tak terbatas, berhenti-gerak, baik-buruk dsb. Empedocles setuju dengan Pythagoras, baginya dunia ini dikuasai oleh dua hal cinta dan kebencian. Plato dalam dialog-dialognya memisahkan jiwa dari raga, inteligible dari sensible.Tapi apakah dualisme itu benar-benar realitas? Atau sekedar persepsi yang menyimpang? Sebab nilai-nilai monistis (kesatuan) dalam realitas juga ada dan riel. Heraclitus dan Parmenides mengkritik dualisme Pythagoras. Banyak itu itupun berasal dari yang satu yang abadi. Yang dianggap saling berlawanan itu sebenarnya membentuk kesatuan dan tidak bisa dipisahkan. Aristotle ikut-ikutan. Dualisme Plato juga tidak benar. Jika jiwa diartikan bentuk (form) dari raga alami yang berpotensi hidup maka jiwa adalah pasangan raga. Jadi jiwa dan raga adalah suatu kesatuan. Tapi Aristotle ternyata masih dualis juga. Ia memisahkan akal dari jiwa.Dalam kepercayaan kuno pun unsur monisme juga wujud. Marduk ternyata turunan dari Tiamat. Zeus dan Titan berasal dari moyang yang sama. Leviathan ternyata diciptakan Tuhan. Pemberontak Mahabharata adalah dari keluarga yang sama. Dalam agama Zoaraster, kebaikan selalu dinisbatkan kepada Ahura Mazda atau Ohrmazd sedangkan kejahatan disifatkan kepada Ahra Mainyu atau Ahriman. Tapi dalam kitab Gathas, kebaikan dan kejahatan adalah saudara kembar dan memilih salah satu karena kehendak.
Para pemikir Kristen mulanya memilih ikut Plato, tapi mulai abad ke 13 mereka pindah ikut Aristotle dengan beberapa modifikasi. Di zaman Renaissance dualisme Plato kembali menjadi pilihan. Tapi pada abad ke 17 Descartes memodifikasinya. Baginya yang riel itu adalah akal sebagai substansi yang berfikir (substance that think) dan materi sebagai substansi yang menempati ruang (extended substance). Teori ini dikenal dengan Cartesian dualism. Tujuannya agar fakta-fakta didunia materi (fisika) dapat dijelaskan secara matematis geometris dan mekanis. Kant dalam The Critique of Pure Reason mengkritik Descartes, tapi dia punya doktrin dualismenya sendiri. Pendek kata Neo-Platonisme, Cartesianisme dan Kantianisme adalah filsafat yang mencoba merenovasi doktrin dualisme. Tapi terjebak pada dualisme yang lain.Perang antara monisme dan dualisme, sejatinya adalah pencarian konsep ke-esaan-an (tawhid). Peperangan itu digambarkan dengan jelas oleh Lovejoy dalam bukunya The Revolt Against Dualism.
Fichte dan Hegel, misalnya juga mencoba menyodorkan doktrin monisme, tapi bagaimana bentuk kesatuan kehendak jiwa dan raga, tidak jelas. Nampaknya, karena arogansi akal yang tanpa wahyu (unaided reason) maka monisme tersingkir dan dualisme berkibar. Jiwa dan raga dianggap dua intitas.Seorang dualis melihat fakta secara mendua. Akal dan materi adalah dua substansi yang secara ontologis terpisah. Jiwa-raga (mind-body) tidak saling terkait satu sama lain, karena beda komposisi. Akal bisa jahat dan materi bersifat suci. Atau sebaliknya, jiwa selalu dianggap baik dan raga pasti jahat. Padahal dari jiwalah kehendak berbuat jahat itu timbul.
Dalam Islam kerja raga adalah suruhan jiwa (innama al-a'mal bi al-niyyat). Karena itu ketulusan dan kebersihan jiwa membawa kesehatan raga.Dualis dikalangan antropolog pasti memandang manusia dari dua sisi: akal dan nafsu, jiwa dan raga, kebebasan dan taqdir (qadariyyah & jabariyyah). Dalam filsafat ilmu, dualisme pasti merujuk kepada dichotomi subyek-obyek, realitas subyektif dan obyektif. Kebenaran pun menjadi dua kebenaran obyektif dan subyektif. Bahkan di zaman postmo kebenaran ada dua absolut dan relatif. Dalam Islam konsep tawhid inherent dalam semua konsep, tentunya asalkan sang subyek berfikir tawhidi. Nampaknya doktrin dualisme telah memenuhi pikiran manusia modern, termasuk pelacur itu. Pernyataan pelacur itu tidak beda dari dialog dua sejoli dalam film Indecent Proposal, "I slept with him but my heart is with you".
Seorang dualis bisa saja berpesan "lakukan apa saja asal dengan niat baik". Anak muda Muslim yang terjangkiti pikiran liberal akan berkata `jalankan syariah sesuka hatimu yang penting mencapai maqasid syariah". Kekacauan berfikir inilah kemudian yang melahirkan istilah "penjahat yang santun", "koruptor yang dermawan", "atheis yang baik", "Pelacur yang moralis", dan seterusnya. Mungkin akibat ajaran dualisme pula Pak Kyai menjadi salah tingkah dan berkata "Hati saya di Mekkah, tapi otak saya di Chicago". Dualisme akhirnya bisa menjadi perselingkuhan intelektual. Hatinya berzikir pada Tuhan tapi fikirannya menghujatNya.
Penulis Direktur Eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS)
Friday, October 24, 2008
Keikhlasan dan Kepedulian dalam Dakwah : Tokoh Dakwah, Mohamad Natsir
Salam,
Semoga bermanfaat.
Keikhlasan dan Kepedulian dalam Dakwah
Ditulis Oleh Adian Husaini
Masih dalam rangkaian peringatan seabad Mohammad Natsir, pada 21 Agustus 2008 lalu diselenggarakan seminar tentang pemikiran Mohammad Natsir di Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin. Saya diminta menyampaikan makalah tentang Peran Mohammad Natsir dalam Integrasi Ilmu dan Agama. Seminar dibuka oleh Rektor IAIN Antasari, dan dihadiri kalangan sivitas akademika IAIN, khususnya dosen-dosen Fakultas Tarbiyah.
Mohammad Natsir lahir di Minangkabau, Sumatera Barat, 17 Juli 1908. Ia wafat di Jakarta 6 Februari 1993. Pendidikan Islam sejak kecil dengan orang tua dan lingkungannya. Pendidikan formal di HIS Solok, MULO (1923-1927), AMS di Bandung (1930). Ketika di Bandung itulah ia berkenalan dan menjadi murid sekaligus sahabat dari ulama pergerakan Islam, A Hassan. Orang sering mengenal Natsir sebagai tokoh dakwah dan politik. Tetapi, tidak banyak yang mengenal Natsir sebagai seorang tokoh Pendidikan Islam. Padahal, kiprahnya di bidang ini sangat fenomenal.
Sebelum menelaah kiprah Natsir di dunia pendidikan, adalah menarik jika menilik riwayat pendidikan Mohammad Natsir. Tahun 1916-1923 Natsir memasuki HIS (Hollands Inlandsche School ) di Solok. Sore harinya, ia menimba ilmu di Madrasah Diniyah. Tahun 1923-1927, Natsir memasuki jenjang sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang. Lalu, pada 1927-1930, ia memasuki jenjang sekolah lanjutan atas di AMS (Algemene Middelbare School ) di Bandung.
Natsir lahir dari pasangan suami-istri Idris Sutan Saripado dan Khadijah. Dia dibesarkan pada keluarga muslim yang taat. Sejak kecil, dia sudah dibesarkan dalam tradisi keislaman yang kuat. Kemauannya yang kuat dalam mempelajari ilmu-ilmu agama menjadikan Natsir cepat mengusai bahasa Arab dan ilmu-ilmu lain. Dalam waktu singkat, dia pun sudah bisa membaca kitab kuning. Menurut Natsir, sejak kecil memang dia ingin menjadi seorang ”Meester in de Rechten” (Mr.), satu gelar yang dipandang hebat kala itu. Tapi, cita-cita itu ditinggalkannya setelah Natsir terjun langsung dalam perjuangan Islam di Bandung sejak duduk di bangku AMS.
Menilik sejarah hidupnya, Natsir bisa dikatakan sebagai seorang yang haus ilmu. Di AMS Bandung, dia segera mengejar ketertinggalannya dalam penguasaan Bahasa Belanda – bahasa kaum elite terpelajar waktu itu. Bahkan, dia juga mendapatkan angka tinggi untuk pelajaran bahasa Latin yang sulit. Di Kota Kembang ini pun Natsir terus mendalami agama, disamping belajar sungguh-sungguh di sekolah umum. Kegemarannya dalam membaca buku, mendorongnya menjadi anggota perpustakaan dengan bayaran tiga rupiah sebulan. Setiap buku baru yang datang, Natsir selalu mendapat kiriman dari perpustakaan. Ada tiga guru yang mempengaruhi alam pikirannya, yaitu pemimpin Persis A. Hassan, Haji Agus Salim, dan pendiri al-Irsyad Islamiyah Syech Akhmad Syoerkati. Natsir tertarik kepada kesederhanaan A. Hassan, juga kerapian kerja dan kealimannya. Selain itu A. Hassan juga dikenal seorang ahli perusahaan dan ahli debat.
Di Kota Bandung ini pula, Natsir aktif dalam organisasi Jong Islamiten Bond (JIB). Di sini dia sempat berinteraksi dengan para cendekiawan dan aktivis Islam terkemuka seperti Prawoto Mangkusasmito, Haji Agus Salim, dan lain-lain. Natsir juga sempat mengikuti organisasi Partai Syarikat Islam dan Muhammadiyah. Selain dalam bidang keilmuan, Natsir juga mulai terlibat masalah politik.
Sejak duduk di bangku sekolah AMS tersebut, Natsir sudah mulai terlibat dalam polemik tentang pemikiran Islam. Dia sangat peduli dengan pemikiran-pemikiran yang dinilainya merusak ajaran Islam. Polemik Natsir dengan Soekarno tentang Islam dan sekularisme juga menunjukkan bagaimana ketajaman dan kepedulian Natsir tentang dakwah dan pemikiran Islam. Ibarat pisau yang terasah dengan baik, pandangan dan analisis Natsir yang tajam, terlihat dalam berbagai tulisannya yang mengkritik paham sekularisme.
Lulus dari AMS pada tahun 1930 dengan nilai tinggi, Natsir sebenarnya berhak melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum di Batavia, sesuai dengan keinginan orang tuanya, agar ia menjadi Meester in de Rechten, atau kuliah ekonomi di Rotterdam. Terbuka juga peluang Natsir untuk menjadi pegawai negeri dengan gaji tinggi. Namun, Natsir tidak mengambil peluang kuliah dan menjadi pegawai pemerintah tersebut. Dia lebih suka terlibat langsung dalam perjuangan di tengah masyarakat. Pengalamannya dalam perjuangan Islam telah membawanya kepada cakrawala baru. Natsir memimpin Jong Islameten Bond cabang Bandung tahun 1928-1932. Ia sudah biasa menulis dan berceramah dalam bahasa Belanda – bahasa kaum terpelajar saat itu. Ketika duduk di kelas akhir AMS, Natsir sudah menulis kitab Pengajaran Shalat dalam bahasa Belanda dengan judul ”Komt tot het gebed”.
Ajip Rosidi menulis dalam buku biografi Natsir:
”Lalu, dimulainyalah hidup sebagai seorang bebas yang bermaksud membaktikan dirinya buat Islam. Setiap hari dia pergi ke rumah Tuan Hassan di Gang Belakang Pakgade dengan sepeda untuk mengurus penerbitan majalah Pembela Islam dan pada malam hari ditelaahnya Tafsir Al Qur’an dan kitab-kitab lainnya yang dianggap perlu, termasuk yang ditulis dalam bahasa Inggris atau bahasa Eropa lainnya. Dibacanya majalah-majalah tentang Islam dalam berbagai bahasa, seperti Islamic Review dalam bahasa Inggris, Moslemische Revue dalam bahasa Jerman, dan juga majalah al Manar dalam bahasa Arab yang terbit di Kairo. Penguasaannya atas bahasa Arab sebenarnya belum sebaik terhadap bahasa Inggris, Perancis atau Jerman-jangan dikata lagi bahasa Belanda- tetapi Tuan Hassan selalu mendesaknya agar dia membaca kitab-kitab atau majalah-majalah dalam bahasa Arab. Hal-hal yang menarik hati dari majalah yang dibacanya itu, disarikannya untuk dimuat dalam Pembela Islam, dengan demikian dibukanya semacam jendela sehingga para pembacanya dapat mengetahui juga keadaan dan pendapat sesama Muslim di bagian dunia yang lain. Pikiran-pikiran Amir Syakieb Arsalan misalnya mendapat tempat yang luas dalam halaman-halaman Pembela Islam, karyanya yang terkenal menelaah mengapa umat Islam mundur, dimuat bersambung di dalamnya.” (Ajip Rosidi, Natsir Sebuah Biografi, Girimukti Pasaka, 1990, hal. 76)
”Lalu, dimulainyalah hidup sebagai seorang bebas yang bermaksud membaktikan dirinya buat Islam. Setiap hari dia pergi ke rumah Tuan Hassan di Gang Belakang Pakgade dengan sepeda untuk mengurus penerbitan majalah Pembela Islam dan pada malam hari ditelaahnya Tafsir Al Qur’an dan kitab-kitab lainnya yang dianggap perlu, termasuk yang ditulis dalam bahasa Inggris atau bahasa Eropa lainnya. Dibacanya majalah-majalah tentang Islam dalam berbagai bahasa, seperti Islamic Review dalam bahasa Inggris, Moslemische Revue dalam bahasa Jerman, dan juga majalah al Manar dalam bahasa Arab yang terbit di Kairo. Penguasaannya atas bahasa Arab sebenarnya belum sebaik terhadap bahasa Inggris, Perancis atau Jerman-jangan dikata lagi bahasa Belanda- tetapi Tuan Hassan selalu mendesaknya agar dia membaca kitab-kitab atau majalah-majalah dalam bahasa Arab. Hal-hal yang menarik hati dari majalah yang dibacanya itu, disarikannya untuk dimuat dalam Pembela Islam, dengan demikian dibukanya semacam jendela sehingga para pembacanya dapat mengetahui juga keadaan dan pendapat sesama Muslim di bagian dunia yang lain. Pikiran-pikiran Amir Syakieb Arsalan misalnya mendapat tempat yang luas dalam halaman-halaman Pembela Islam, karyanya yang terkenal menelaah mengapa umat Islam mundur, dimuat bersambung di dalamnya.” (Ajip Rosidi, Natsir Sebuah Biografi, Girimukti Pasaka, 1990, hal. 76)
Pilihan Natsir untuk tidak melanjutkan studi ke universitas-universitas terkemuka sama sekali tidak menyurutkan dan menghentikan langkahnya untuk mengkaji ilmu. Pilihannya untuk menerjuni bidang keilmuan dan pendidikan Islam membuktikan kesungguhannya dalam bidang ini. Inilah sebuah pilihan berani dari seorang pemuda cerdas dan berani seperti Natsir. Ia kemudian memasuki studi Islam di ‘Persatuan Islam’ di bawah asuhan Ustad A. Hassan. Siang hari, bersama A. Hassan, Natsir bekerja menerbitkan majalah ”Pembela Islam”. Malamnya, dia mengaji al-Quran dan membaca kitab-kitab berbahasa Arab dan Inggris. Tahun 1931-1932, Natsir mengambil kursus guru diploma LO (Lager Onderwijs). Maka, tahun 1932-1942 Natsir dipercaya sebagai Direktur Pendidikan Islam (Pendis) Bandung .
Di sekolah Pendidikan Islam inilah, para siswa digembleng ilmu-ilmu agama dan sikap perjuangan. Alumninya kemudian mendirikan sekolah-sekolah sejenis di berbagai daerah. Pilihan Natsir terkadang menghadapkannya pada situasi sulit. Untuk menghidupi sekolah ini, menurut Natsir, kadang dia harus menggadaikan gelang istrinya. Para siswanya juga diajar hidup mandiri agar tidak bergantung kepada pemeritah.
Disamping bergelut dengan persoalan-persoalan nyata dalam dunia pendidikan dan keumatan, Natsir juga terus menerus menggali dan mengembangkan keilmuannya. Ia memang seorang yang haus ilmu dan tidak pernah berhenti belajar. Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Syuhada Bahri, menceritakan pengalamannya selama bertahun-tahun bersama Natsir. Hingga menjelang akhir hayatnya, Natsir selalu mengkaji Tafsir al-Quran. Tiga Kitab Tafsir yang biasa dibacanya, yaitu Tafsir Fii Dzilalil Quran karya Sayyid Quthb, Tafsir Ibn Katsir, dan Tafsir al-Furqan karya A. Hassan.
Kecintaan Natsir di bidang keilmuan dan pendidikan dibuktikannya dengan upayanya untuk mendirikan sejumlah universitas Islam. Setidaknya ada sembilan kampus yang Natsir berperan besar dalam pendiriannya, seperti Universitas Islam Indonesia, Universitas Islam Bandung, Universitas Islam Sumatera Utara, Universitas Riau, Universitas Ibn Khaldun Bogor, dan sebagainya. Setelah disisihkan dari dunia politik di masa Orde Baru, Natsir kemudian benar-benar mengoptimalkan peran dakwah dalam masyarakat melalui lembaga dakwah yang didirikannya bersama berbagai tokoh Islam, yakni Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.
Natsir merupakan sosok ideal konsep aplikasi integrasi ilmu. Meskipun berpendidikan formal sekolah Belanda, dia menguasai ilmu-ilmu keislaman dengan baik. Sejumlah tulisan dan kiprahnya menunjukkan, bahwa Natsir memegang prinsip integral, tidak dualistik, dalam pendidikan. Natsir tidak menginginkan umat Islam hanya menguasai ilmu-ilmu agama sehingga tertinggal dalam persaingan global. Demikian juga sebaliknya. Dia tidak mau umat Islam hanya mempelajari ilmu-ilmu “umum” dan buta terhadap agamanya yang akan menyebabkan mereka tidak mengetahui misi hidup yang sesungguhnya berdasarkan petunjuk Islam.
Pikirannya itu muncul setelah ia melihat kenyataan di lapangan pada masanya bahwa praktik pendidikan yang dihadapi umat satu sama lain saling menegasikan dan berseberangan. Di satu sisi, pendidikan klasikal a la Belanda yang baru diperkenalkan kepada masyarakat Muslim Indonesia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, terutama melalui kebijakan Politik Etis Belanda, sama sekali tidak mengajarkan dan menyentuh aspek-aspek agama. Lebih dari itu, Natsir adalah contoh. Dia adalah guru sejati. Dalam berbagai bidang yang digelutinya, dia menjadi guru bagi banyak orang. Imam Syafii pernah menyatakan, bahwa hanya air yang diam yang akan membusuk. Maka, kisah perjuangan Natsir, memang laksana air yang tak pernah berhenti mengalir.
Tulisan-tulisan Natsir mengandung visi dan misi yang jelas dalam pembelaan terhadap Islam. Dalam buku-buku dan artikel-artikel yang ditulisnya tentang berbagai masalah dalam Islam, kita bisa menemukan semangat dan kepercayaan diri yang tinggi dari seoang Natsir yang sama sekali tidak ’minder’ atau rendah diri menghadapi serbuan paham sekularisme Barat. Prestasinya di sekolah-sekolah Belanda telah menjadikan Natsir seorang yang ’percaya diri’ dan tidak silau dengan kehebatan Barat, yang waktu itu begitu banyak menyihir otak kaum terpelajar dan elite bangsa.
Setidaknya ada dua hikmah yang dapat kita petik dari kisah Natsir dan kiprahnya dalam dunia pendidikan. Pertama, Natsir mempelajari ilmu agama dengan semangat yang tinggi dan niat yang ikhlas. Niat yang lurus dalam mencari ilmu adalah sangat mendasar dan menentukan sikapnya terhadap ilmu agama yang dipelajarinya. Dia belajar agama pada para ulama dan pejuang Islam, bukan kepada penjajah. Dengan posisi seperti itulah, Natsir menjadi orang yang merdeka. Dia tidak silau dengan materi, bahkan rela meninggalkan peluang pekerjaan pada pemerintah penjajah meskipun diiming-imingi gaji yang menggiurkan. Natsir memilih untuk membina umat secara langsung. Dia menawarkan diri untuk mengajar di beberapa sekolah umum yang ketika itu kosong dari pelajaran agama. Natsir mengajar secara sukarela, tidak meminta gaji.
Dalam seminar itu, saya juga mengimbau kepada sivitas akademika IAIN Antasari agar menata niat dalam mencari ilmu, jika ingin menjadikan Natsir sebagai teladan. Kembali saya ingatkan peringatan Imam al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah, jika seseorang mencari ilmu ditujukan untuk kepentingan-kepentingan duniawi, maka dia sudah berjalan untuk menghancurkan agamanya sendiri. Dari Fakultas Tarbiyah, kita berharap lahir guru-guru agama yang cerdas, mukhlis, dan mencintai ilmu pengetahuan; bukan orang-orang yang cinta dunia, haus harta, dan gila jabatan.
Kedua, kita dapat mengambil hikmah dari kisah kepedulian Natsir terhadap masalah umat. Sejak muda, bahkan sejak usia anak-anak, Natsir sudah terlatih memahami masalah umat. Saat duduk di bangku AMS, Natsir sudah aktif menjawab pemikiran yang dinilainya keliru. Itu terjadi ketika seluruh kelasnya diundang oleh guru gambar untuk menghadiri pidato seorang pendeta Kristen bernama Ds. Christoffels, tahun 1929. Pidatonya berjudul ”Quran en Evangelie” dan ”Muhammad als Profeet”. Meskipun disampaikan dengan gaya yang lembut, Natsir melihat pidato si pendeta itu sesungguhnya menyerang Islam secara halus. Esoknya, pidato itu dimuat di surat kabar ”A.I.D.” (Algemeen Indish Dagblad). Natsir kemudian menulis artikel yang menjawab opini sang pendeta, melalui koran yang sama.
Ada cerita menarik dari M. Amin Jamaluddin, ketua LPPI. Pada bulan Oktober 1983, Amin menulis artikel yang mengkritik pemikiran Dr. Harun Nasution. Dalam artikelnya, Amin memaparkan dampak yang sangat serius dari pemikiran Harun Nasution terhadap mahasiswa IAIN. Tanpa diduga, papar Amin, gara-gara artikel itu, dia diundang oleh Pak Natsir. “Sebagai anak daerah, saya sangat bangga dipanggil Pak Natsir,” ujar Amin, pemuda asal NTB, yang ketika itu aktif di Pemuda Persis.
Amin lebih terkejut lagi, ketika Pak Natsir menyampaikan padanya, bahwa Dr. Harun Nasution adalah bagian dari tokoh orientalis internasional dan apa yang dilakukan Amin merupakan pekerjaaan bertaraf internasional. “Saya masih ingat benar ucapan Pak Natsir itu,” kata Amin Jamaluddin kepada saya.
Itulah dua pelajaran yang dapat kita ambil dari kehidupan Moh. Natsir. Ikhlas dalam mencai ilmu untuk berjuang menegakkan agama Allah dan sangat peduli dengan hal-hal yang merusak umat. [Depok, 5 Ramadhan 1429 H/5 September 2008/
www.hidayatullah.com] Catatan Akhir Pekan [CAP] adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com
Kalimah Allah : Wajarkah Digunakan oleh Penganut Agama Selain Islam?
Salam,
Kes Mahkamah untuk mengisytiharkan penggunaan kalimah Allah tidak ekslusif kepada orang Islam di negara ini yang difailkan oleh pihak Titular Roman Catholic Arcbishop of Kuala Lumpur, sedang memasuki fasa bagi mendengar permohonan beberapa pihak untuk mencelah (atau mudahnya untuk menjadi pihak) dalam guaman tersebut pada 21 November 2008 akan datang.
Antara pihak yang ingin mencelah ialah Majlis-majlis Agama Islam negeri-negeri seperti Terengganu, Johor, Pulau Pinang, Wilayah Persekutuan dan Selangor serta NGO Islam MACMA.
Pihak Majlis Gurdwara Malaysia (Agama Sikh) juga turut berminat mencelah atas asas bahawa dalam manuskrip agama mereka, kalimah 'Allah' juga ada yang digunakan untuk merujuk kepada maksud 'Tuhan Maha Kuasa', 'Maha Esa', 'Maha Pengasih dan Pengampun'. Menurut mereka ia adalah sebahagian dari ajaran versi asal dalam kitab suci Sikh, Sri Guru Granth Sahib Ji.
Apa yang ingin saya fokuskan di sini ialah apakah pendirian kita yang perlu diambil dari hal ini. Sepintas lalu saya berpendapat, kes ini seharusnya dijadikan peluang untuk umat Islam menghujahkan kebenaran Islam dan aqidahnya kepada penganut-penganut agama lain.
Garis hujahannya (line of argument) di Mahkamah untuk membantah permohonan tersebut perlulah dimulai dengan menerangkan konsep tuhan yang diimani oleh umat Islam. Sejarah kemunculan agama-agama utama di dunia juga perlulah dibentangkan. Ini adalah atas asas bahawa sememangnya agama-agama lain pernah menggunakan nama Allah dalam ajaran mereka, ini tak dapat dinafikan kerana agama-agama tersebut berasal dari ajaran Tauhid yang dibawa oleh nabi-nabi terdahulu atau mungkin menerima kesan-kesan ajarannya, yang lama-kelamaan telah hilang keasliannya.
Apa yang sepatutnya menjadi bantahan kita adalah bagaimana konsep 'Allah' itu sendiri digunakan secara tepat dalam kepercayaan agama-agama lain. Ringkasnya, tersalah dalam menggunapakai sesuatu istilah boleh menyebabkan berlakunya salah faham yang mendasar mengenai konsep sebenar sesuatu istilah tersebut. Contohnya seperti salah meletakkan perkataan hadhari di belakang perkataan Islam (Islam Hadhari) boleh menyebabkan salah faham terhadap konsep atau makna Islam itu sendiri.
Insya Allah, moga-moga dengan membawa hujah perbandingan sebegini, golongan bukan Islam akan dapat menilai kebenaran ajaran Islam. Moga-moga ianya menjadi suatu dakwah yang berguna.
Sekadar pandangan.
Subscribe to:
Posts (Atom)